Komitmen SSMP Memberikan Solusi Hukum Adaptif dan Aplikatif
24 March 20200
Kendati setiap firma hukum selalu memberikan pelayanan maksimal, faktanya—tidak semua dari mereka memiliki pendekatan yang aplikatif dan mampu memberikan pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Siregar Setiawan Manalu Partneship (SSMP) memahami kondisi ini dan menyematkan rencana bisnis jangka pendek maupun panjang klien dalam salah satu fokus mereka setiap kali melakukan pendampingan hukum.
Sebagai sebuah firma hukum baru yang berdiri pada 2015, keberadaan SSMP sendiri tidak lepas dari kontribusi tiga penggawanya: Nien Rafles Siregar, Rudi Setiawan, dan Bobby Rahman Manalu. Sedari awal, SSMP berkomitmen untuk mengakomodasi kliennya dengan pendekatan maupun perspektif berbeda; saat memberikan solusi hukum yang praktis. “Kini, banyak firma hukum yang terus menerus ‘mengutip’ dan membahas ilmu hukum. Mereka lupa, klien memerlukan solusi hukum dan bisnis untuk masalah mereka, bukan pelajaran,” sebagaimana tertulis dalam laman resmi SSMP.
Prinsip itulah yang kemudian mewujud dalam kombinasi penanganan litigasi dan pemahaman komersial—dua aspek utama yang tidak boleh terlewat setiap kali merumuskan strategi hukum. Apalagi ada beberapa area praktik yang ditangani SSMP, seperti litigasi dan nonlitigasi seperti dispute resolution, litigasi yang bersifat perdata dan komersial, kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, competition and antitrust litigation, tenaga kerja dan ketenagakerjaan, penerbangan, pajak, administrasi, pidana, serta class action litigation.
Kemampuan Mitigasi Risiko
Di usia kelima, SSMP telah terlibat dalam penyelesaian sejumlah kasus hukum dan memiliki pengalaman cukup tinggi dalam memberikan nasihat hukum strategis kepada lembaga keuangan berbentuk bank maupun investor. Biasanya, kasus yang ditangani seputar kredit (debitur) bermasalah, meski belakangan, SSMP juga sering diminta untuk memberikan pandangan hukum terkait transaksi tertentu yang berkaitan dengan kredit bermasalah. Misalnya, transaksi penjualan tagihan bermasalah kepada investor—yang dinilai sebagai salah satu opsi untuk mengurangi tekanan kredit bermasalah, selain pilihan litigasi maupun nonlitigasi.
“Hanya saja, pilihan tersebut tidak berlaku mutlak. Sangat tergantung pada pendekatan strategi yang dipakai oleh masing-masing manajemen atau bank terhadap debiturnya. Namun, opsi penjualan maupun litigasi bertujuan sama, yakni mendapatkan nilai recovery seoptimal mungkin,” ungkap SSMP.
Perumusan strategi penyelesaian kasus maupun sengketa, pada dasarnya menjadi hal yang menantang. Sebab, di saat itu, kemampuan SSMP dalam memitigasi risiko potensial yang mungkin terjadi dari pra atau pascatransaksi akan diuji. Sebaliknya, pendekatan berbeda akan diterapkan pada kasus lain, seperti bad debts.
Sebagaimana dalam penjelasan SSMP, bad debts merupakan piutang yang disangsikan atau diragukan penerimaannya karena kegagalan usaha. Di saat yang sama, bad debts juga merupakan suatu kesengajaan di mana debitur tidak membayar. Sebuah perusahaan, khususnya lembaga perbankan baik bank maupun bukan bank memiliki sistem yang baik dan rapi untuk mengetahui derajat kepatuhan pembayaran dari masing-masing debiturnya. Itu sebabnya, mereka memiliki beberapa opsi untuk menangani bad debts.
“Pendekatan restrukturisasi di luar pengadilan merupakan pilihan utama. Apabila pendekatan tersebut kurang optimal atau gagal, baru diikuti oleh pendekatan lain seperti eksekusi jaminan atau litigasi. Secara teknis hukum, memang ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Namun, secara strategis dan prinsipal, lembaga keuangan tahu persis karakter debiturnya,” SSMP menambahkan.