Menimbang PKPU berulang
30 December 2016
Harian KONTAN (14/11) memberitakan salah satu bank swasta mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada debitur yang dianggap telah lalai membayar cicilan utangnya. Artinya, debitur itu diminta agar dinyatakan pailit. Perjanjian perdamaian yang dimintakan pembatalan tersebut lahir dari proses restrukturisasi utang (PKPU) yang pernah dijalani debitur beberapa tahun sebelumnya.
Yang membuat perkara ini menarik, saat tuntutan pembatalan diajukan, ternyata debitur tengah menjalani proses PKPU kembali secara sukarela. Kondisi inilah yang memang akan selalu menjadi persoalan awal atas setiap PKPU berulang yakni tak semua kreditur setuju, dengan dasar debitur sejatinya telah gagal memenuhi perjanjian perdamaian yang disetujui ketika PKPU pertama. Dan oleh karena telah gagal, maka sebagai konsekuensinya harus dinyatakan pailit, bukan restrukturisasi kembali.
Di tengah maraknya permohonan PKPU di tahun ini, putusan atas perkara ini bakal menjadi preseden penting, selain baru pertama kali terjadi, juga karena dua hal. Pertama, bagaimana teknis prosedural terhadap restrukturisasi berulang. Dan kedua, apa yang bakal terjadi jika pengadilan memutuskan mengabulkan gugatan pembatalan perdamaian. Meskipun kita tidak mengadopsi asas star decisis, tetap saja putusan merupakan salah satu sumber hukum yang dapat dijadikan rujukan di kemudian hari.