SSMP Law Firm: ‘Bersemi’ Kala Pandemi
23 July 2021
Perencanaan, adaptasi, membaca ceruk pasar, dan keberuntungan menjadi kunci SSMP.
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal 2020 lalu menghantam hampir seluruh sektor bisnis, tak terkecuali jasa hukum. Dalam beberapa pemberitaan yang ditayangkan Hukumonline, bahkan sejumlah kantor hukum harus melakukan beragam efisiensi agar bisa bertahan.
Namun, selalu ada hikmah di balik semua kejadian dan selalu ada kesempatan dari setiap krisis yang terjadi. Tampaknya itu yang terjadi dengan kantor hukum Siregar Setiawan Manalu Partnership atau yang lebih dikenal dengan nama SSMP. Kantor hukum yang digawangi tiga serangkai; Nien Rafles Siregar selaku (Managing Partner), Rudy Setiawan, dan Bobby Manalu justru semakin bersemi.
Dalam survei Hukumonline, 100 Kantor Hukum Terbesar Indonesia 2021, SSMP mengalami lonjakan peringkat, dari tahun sebelumnya di posisi 28 kemudian tahun 2021 berada di posisi 23. Bahkan dalam kategori 30 Kantor Hukum Litigasi Terbesar Indonesia, SSMP berada di peringkat dua. Terjadi penambahan jumlah fee earners yang signifikan di tengah kantor hukum lain yang menahan penambahan jumlah personel.
Kepada Hukumonline, Rafles sempat membagikan beberapa tips bagaimana kantor hukumnya tidak hanya bertahan, tetapi malah bertambah besar di saat krisis seperti sekarang. Menurutnya ada beberapa hal yang menjadi kunci, yakni perencanaan yang baik, adaptasi yang cepat, dan kemampuan membaca pasar.
“Untuk adaptasi, kebetulan kita, kan, kliennya korporasi jadi memudahkan, karena seluruh korporasi juga beradaptasi dengan situasi ini. Manajemen harus cepat tanggap dengan situasi yang ada,” ujarnya.
Rafles menceritakan, sejak awal pandemi, beberapa klien meminta kantor hukumnya untuk mengisi sebuah survei, yang salah satunya menanyakan apa yang akan dilakukan SSMP dalam menghadapi pandemi. Survei ini menjadi indikator para klien melakukan adaptasi dengan situasi pandemi, sehingga mereka bisa menghadapinya bersama.
“Dari sisi demand pekerjaan sendiri kita termasuk yang beruntung, bahkan kita di tengah pandemi kita naik drastis,” katanya.
Rafles pun menyebutkan beberapa sektor usaha menjadi penyumbang pekerjaan. Paling besar, berasal dari industri jasa keuangan, baik institusi perbankan maupun private equity. Mengingat likuiditas di market mengalami gangguan, maka banyak korporasi dan investor mengambil langkah restrukturisasi yang melingkupi banyak aspek. Tak sedikit pula yang akhirnya ditempuh melalui mekanisme litigasi di pengadilan.
Sedari berdiri, SSMP sudah memfokuskan diri di pasar restrukturisasi. Selain itu, pasar commercial litigation juga relatif stabil. Belum lagi tambahan pekerjaan melakukan likuidasi perseroan yang bukan melalui jalur kepailitan. Pekerjaan advising untuk membantu klien menavigasi persoalan ketenagakerjaan, force majeur, dan aksi korporasi juga berjalan normal. Alhasil, SSMP tetap bertumbuh dan harus menambah tenaga profesionalnya sepanjang masa pandemi untuk tetap menjaga kualitas pekerjaan dan kecepatan layanan.
“Restrukturisasi itu lingkup pekerjaannya luas sekali. Misal kalau terjadi kredit macet, restrukturisasi butuh lawyer yang diharapkan bisa memberikan masukan bagi klien untuk mengambil keputusan. Strategi terbaiknya seperti apa, apakah cukup dengan pendekatan bilateral. Pendekatan bilateralnya juga beragam model penyelesaian. Kalau tidak bisa, opsi lain apa yang tersedia untuk klien.
Rafles mengungkapkan, kebutuhan tiap korporasi berbeda-beda, sehingga strategi yang diberikan tidak mungkin pukul rata, perlu nasihat komprehensif. Besaran angka kredit yang direstrukturisasi juga terbilang besar. "Apalagi jikalau klien kita institusi keuangan atau investor asing, kita harus tetap memperhatikan aspek efisiensi juga. Belum lagi di industri jasa keuangan punya beragam aturan yang memagarinya, jadi memang banyak aspek yang perlu ditimbang. Beruntung kami sudah terlibat dan berpengalaman dalam berbagai model kegiatan restrukturisasi. Jadi portofolionya lebih dari cukup untuk membantu klien menavigasi keadaan sekarang,” sambung Rafles.
Fokus sedari awal di sektor tertentu membawa berkah tersendiri bagi SSMP di masa sulit seperti sekarang. Tak heran jika SSMP kemudian mendapat banyak kepercayaan dari beragam institusi finansial, baik asing maupun domestik. Sektor restrukturisasi dan litigasi komersial menurut Rafles cenderung stabil dan terjaga pasarnya. Kalau ekonomi normal atau membaik sekalipun, tetap saja kesulitan likuiditas bisa terjadi. Bisnis tak selalu untung, apalagi di masa pandemi sekarang.
Meskipun demikian, pandemi tetap menghadirkan beberapa tantangan dalam penyelesaian pekerjaan. Terlebih, jika restrukturisasi berujung ke litigasi yang harus melibatkan institusi pengadilan. Selama pandemi, meskipun dengan ragam penyesuaian, pengadilan tetap berjalan seperti biasa dan SSMP tak punya pilihan lain untuk menghindarinya.
Meskipun memang E-Litigasi sudah diterapkan, tetapi skala penggunaannya masih relatif lebih kecil dibanding model persidangan manual. Kesulitan terbesarnya, selain harus secara berkesinambungan menggunakan moda transportasi umum seperti pesawat, adalah menjaga jarak selama di pengadilan. Terlebih, jika perkara tersebut melibatkan banyak pihak.
Ia menceritakan pengalamannya menghadiri sebuah sidang di Jawa Tengah yang seharusnya berkapasitas sekitar 25 orang, tetapi kenyataannya ruangan itu diisi sekitar 100 orang. “Pekerjaan yang masih harus ke lapangan itu enggak ada obatnya. Secara internal bisa kita atur, klien kita berdiskusi dengan teknologi. Tapi kan kita harus masih menugaskan lawyer untuk bersidang, ini yang berat karena risiko besar. Di pengadilan itu ya hampir sulit untuk jaga jarak. Menjaga kesehatan personel kantor yang berjibaku di pengadilan di banyak wilayah Indonesia pada masa pandemi dan tetap menjalankan amanat klien merupakan tantangan tersendiri yang belum ada presedennya,” pungkasnya.
Untuk mengantisipasi situasi sulit ini, Rafles pun membekali para lawyer dengan pemberian masker, multivitamin, hand sanitizer secara gratis. Program WFH bahkan sudah dilakukan sejak Maret 2020. Meskipun untuk beberapa pekerjaan tertentu harus membutuhkan kehadiran fisik di kantor, tetapi maksimal 25% kapasitas ruangan saja.
Untuk mengantisipasi situasi yang memerlukan kehadiran di kantor, SSMP pun membekali kantornya dengan beragam upaya, seperti menyiapkan mesin penyaring udara dengan HEPA Filter, rutin melakukan sterilisasi ruangan, sebelum masuk setiap orang wajib mengukur suhu tubuh dan memakai masker selama berada di ruangan. Dan seluruh anggota kantor yang bergantian hadir, dilakukan pemeriksaan antigen secara berkala. Kalau misalnya ada gejala langsung diminta untuk lakukan pemeriksaan Swab PCR. Sejak awal pula kantornya pun sudah mengikuti pendaftaran program vaksinasi gotong royong yang masih tersendat penyelenggaraannya.
“Sejak vaksinasi massal dibuka, kami mendorong dan menginformasikan personil kantor untuk aktif mengikuti vaksinasi. Kebetulan kami memiliki klien yang bergerak di sektor kesehatan. Paling tidak akses informasi mudah kami dapat. Sudah seluruh personel paling tidak mendapatkan vaksinasi dosis pertama. Sebagian sudah ada yang dua dosis. Kesehatan dan keselamatan awak kantor menjadi prioritas kami. Makanya selama PPKM Darurat berlangsung, jikalau dimungkinkan, kami meminta lawyer melakukan penundaan persidangan. Pengadilan dan pihak lawan syukurnya mengerti situasi ini,” terangnya.
Membaca dan Mengisi ‘Ceruk Pasar’
Mengingat SSMP sendiri baru akan berusia enam tahun per 1 Agustus ini, ketika ditanyakan resep untuk bisa bertumbuh di tengah kompetisi antar kantor hukum di Jakarta yang sangat tinggi, Bobby Manalu, Partner SSMP menjelaskan lebih jauh. Dari awal SSMP melihat market jasa hukum di Indonesia masih teramat besar. Dengan Jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan ekonomi yang positif, stabilitas politik yang terjaga didukung oleh sumber daya alam dan wilayah yang luas, maka ruang untuk bertumbuhnya ekonomi dan bisnis masih sangat besar. Otomatis pasar jasa hukum membesar. Manajemen kantor harus bisa mengendus ceruk pasar jasa hukum mana yang hendak disasar.
Bobby berpendapat pasar jasa hukum Indonesia masih sangat muda. Kantor hukum harus terus belajar meningkatkan kapasitasnya, termasuk soal mendasar seperti pengelolaan atau manajemen kantor. Terlebih untuk kantor hukum litigasi. Dari sisi manajemen kantor hukum misalnya, sangat sulit menemukan literatur lokal yang komprehensif menjelaskan bagaimana pengelolaan kantor hukum di Indonesia. Bobby bercerita sedari awal para partner memang membekali dirinya dengan beragam pengetahuan terkait manajemen tersebut dari beragam literatur asing, konferensi dan tak segan bertanya dengan rekan-rekan advokat senior, baik di Indonesia maupun dari kantor hukum asing. Meskipun tak semuanya bisa diterapkan langsung, tetapi paling tidak memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai aspek bisnis dan manajemen kantor hukum yang baik dan berkesinambungan.
Menurutnya, secara umum peta Industri jasa hukum di Indonesia terdapat dua blok besar yakni sektor litigasi dan corporate (nonlitigasi) dengan beragam kelemahan dan kekuataannya. Menurutnya spesialisasi di kantor-kantor hukum di Indonesia belum sepenuhnya seperti yang terjadi seperti di negara maju lainnya. Spesialisasi di Indonesia menurutnya terjadi lebih karena kebetulan daripada perencanaan. Kebetulan kantor tersebut menerima pekerjaan yang relatif sama dan sering berulang. Namun, bukan berarti tidak ada lawyer yang berkategori spesialis untuk isu hukum tertentu. Itulah mengapa menurutnya masih banyak ceruk pasar yang belum diisi oleh kantor hukum Indonesia. Kalaupun ada mungkin pemainnya juga tidak banyak.
SSMP, kata Bobby dari awal mencoba membaca karakter pasar dan model bisnis kantor hukum di Indonesia. Sektor litigasi misalnya memiliki kelebihan dalam kecepatan melakukan tindakan dan solusi yang sering tidak ‘textbook’, tetapi efektif di lapangan. Kelemahannya secara umum ada di kualitas produk, rendah eksposur dengan praktisi asing, ketergantungan pada figur tertentu dan manajemen yang personal. ‘Mindset’ pelaku jasa litigasi secara umum belum menempatkan jasa hukum bagian dari industri jasa yang besar.
Untuk blok corporate lawfirm, terutama yang telah berdiri lama dan memiliki eksposur berhubungan dengan beragam kantor hukum dari luar negeri, ‘mindset’ sudah sepenuhnya menempatkan jasa hukum bagian dari industri. Dengan pola pikir demikian, maka tak heran dari sisi manajemen, marketing, model pelayanan, perekrutan sumber daya, penggunaan teknologi dan ‘product delivery’ lebih unggul dibanding pelaku litigasi. Kelemahan umumnya biasanya di pengambilan keputusan yang agak lama dan cenderung kaku.
“Kami dari awal melihat ada celah demikian. Makanya positioning SSMP berdiri mencoba mengisi celah tersebut. SSMP ambil ceruk litigasi, fokus di beberapa captive market sembari menggarap beragam kebutuhan litigasi dan non litigasi korporasi. Seluruh hal yang baik dari sektor corporate tersebut kita terapkan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Akibatnya, teman-teman di corporate firm juga tak sungkan untuk mengajak kita kolaborasi. Teman-teman kantor litigasi pun tak ragu mengajak kerja bareng. Beberapa firma hukum asing juga sering tandem dengan kami. Korporasi pun nyaman untuk memberikan kepercayaan. Kami bisa berbicara dalam ‘gelombang’ yang sama dengan beragam stakeholders. Tapi di luar semuanya itu, keberuntungan adalah kunci terpenting,” ungkapnya.