Menyikapi Pemberlakuan Perma No. 13 Tahun 2016 Dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Korporasi
30 January 2019
Jakarta, 13 Mei 2017 – Fakultas Hukum Unika Atma Jaya berkerjasama dengan Bank Mayapada dan Telkom Indonesia menyelenggarakan talkshow yang bertema “Menyikapi Pemberlakuan Perma No.13 Tahun 2016 Dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Korporasi” di Auditorium Yustinus lantai 15. Talkshow ini merupakan penutupan dari rangkaian acara Legal Expo 2017.
Talkshow yang digelar pada hari Jumat (12/5) ini menghadirkan tiga pakar hukum yaitu, Bobby R. Manalu (Siregar Setiawan Manalu Partnership Lawfirm), Paku Utama (Forensic Investigative & Data Analytic Firm), dan Rasamala Aritonang (Kepala Bagian Perancangan Hukum KPK) serta dimoderatori oleh Albertus D. Soge (Unika Atma Jaya).
Pembicara pertama, Rasamala mengatakan Perma No.13 tahun 2016 dapat mengatur perwakilan dari suatu perusahaan yang terkena pidana. Apabila ada banyak orang yang terlibat pidana, tidak mungkin semuanya hadir. Oleh karena itu, dengan adanya perma bisa memberikan surat tugas ke perusahaan terkait untuk mengirimkan beberapa perwakilannya guna kepentingan penyidikan.
Perma muncul karena ada peraturan berbeda dari undang-undang (UU), Rasamala berharap bahwa upaya pencegahan pidana oleh perusahaan lebih dikedepankan karena selama ini implementasi UU dan Perma hanya mementingkan sanksi, tidak ada upaya yang preventif atau pencegahan.
“Kami, KPK sangat mengapresiasi atas terbitnya Perma No.13 tahun 2016 karena Perma ini bisa memberi jalan dan menyelesaikan kesenjangan hukum dalam praktiknya. Selain itu, diharapkan kedepannya Perma ini bisa lebih preventif,” ujar Rasmala.
Sementara, sebagai ahli forensik Paku Utama mengatakan seorang forensik itu bertugas untuk memperkuat alat bukti di depan pengadilan dan berperan menganalisa siapa, apa dan bagaimana pelanggaran terjadi, serta menentukan arah pidana itu, apakah ke korporasi atau personil perusahaan.
Senada dengan Rasmala, Paku mengungkapan kalau Perma No.13 tahun 2016 dapat digunakan sebagai pencegah pidana bagi korporasi. “Bagi masyarakat awam mungkin melihat Perma hanya pidana saja tetapi sebenarnya ada juga tentang pencegahan yang cukup kuat didalamnya,” ujarnya.
Bobby Manalu, mengatakan Perma perlu mengatur nilai minimum kerugian sehingga korporasi layak untuk dipidanakan dan juga agar tidak ada pemerasan. “Jangan sampai nilai likuiditas atau hutangnya kecil tetapi perusahaan harus bayar untuk pidananya lebih besar,” ujar Bobby.
Sebagai orang yang bekerja dalam Firma Hukum, Bobby berpendapat agar usaha preventif harus lebih didorong untuk disosialisasikan ke perusahaan-perusahaan agar tidak terjadi kecurangan.
Dari semua pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Perma ini ada dua implikasi yaitu, implikasi secara yuridis mempermudah penegak hukum untuk menyelesaikan permasalahan perusahaan dan harus mementingkan bagaimana upaya preventifnya. Kedua, implikasi sosial dan psikologi, yaitu harus lebih berhati-hati dalam berbisnis dan patuh terhadap UU yang ada. (CTF)